Laa Vechia Signora

Kamis, 07 Juni 2012

Pantaskah bila Pria Dewasa Menangis.?

Untuk beberapa alasan, bagi kebanyakan orang adalah wajar bagi wanita untuk mengekspresikan emosi mereka, baik itu dengan cara tertawa, tersenyum, dan juga menangis, namun berbeda halnya dengan kaum pria, kita beranggapan tidaklah wajar bagi seorang pria dewasa untuk menangis. Seringkali kita beranggapan seorang pria dewasa yang menangis adalah sosok pria yang cengeng dan lemah.



Saya teringat akan tetangga saya yang memiliki seorang anak laki-laki yang masih berusia 6 tahun, suatu kali anak itu jatuh dan terluka lalu dia menangis, kemudian ibunya datang membujuknya untuk berhenti menangis, dan dia diberitahu bahwa dia seorang pria dewasa dan tidak boleh menangis. Pengajaran ini salah karena seorang anak kecil berusia 6 tahun bukanlah seorang pria dewasa. Kesalahan yang lain adalah bahwa sebenarnya pria dewasa pun pantas untuk menangis.

Anak itu akan terus-menerus menerima pesan bahwa anak laki-laki tidak menangis, dan ketika dia beranjak remaja, dia tidak akan berani untuk meneteskan airmatanya ketika dia terluka. Tragisnya, sebagai seorang dewasa dia akan kehilangan kemampuan untuk menangis, bahkan pada saat dia mengalami rasa kehilangan yang sangat mendalam sekalipun.

Pria kemudian menyatakan ketidakmampuan menangis ini sebagai tanda bahwa mereka kuat. Mungkin saja dengan tidak menangis mereka terlihat tabah dan kuat pada saat mengalami penderitaan, tetapi bukan ini yang dinamakan kuat. Ini adalah hal yang salah, karena dengan memendam perasaan, itu artinya kita telah membangun tembok di sekeliling hati kita.

Faktanya adalah Tuhan Sang Pencipta memberikan kepada kita “tertawa” untuk mengekspresikan rasa lucu dan sukacita, dan suara untuk berteriak pada saat kita merasa gembira, serta airmata untuk mengekspresikan kesedihan dan dukacita kita. Dengan memendam dan mengubur setiap emosi yang kita rasakan itu artinya secara tidak langsung kita sedang menghancurkan diri kita sendiri. Karena emosi-emosi tersebut tidak pernah mati, melainkan tetap hidup. Cepat atau lambat emosi-emosi itu akan kembali menghantui kita……..mungkin akan berbentuk seperti : kekhawatiran yang mengambang, depresi, gangguan lambung, radang sendi, penyakit jantung, atau sejumlah penyakit fisik dan kejiwaan lainnya.

Apapun yang kita lakukan, jangan menyangkal atau lari dari emosi yang sedang kita rasakan dengan cara melampiaskannya pada kegiatan yang berbahaya atau kebiasaan yang menghancurkan. Juga jangan melampiaskannya pada kegiatan yang berlebihan atau kesibukan yang tidak penting lainnya. Cobalah untuk merasakan emosi yang kita miliki, mengakuinya, menerimanya, dan kemudian mengekspresikannya sesegera mungkin dengan cara mengatakannya, meneriakkannya, atau menuliskannya pada saat anda mengalaminya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar